Nah bisa jadi wawasan baru untuk Mama dan anak mama, berikut tentang 6 fakta unik rumah adat Joglo dari Pulau Jawa. Disimak yuk, agar tidak penasaran! 1. Mengenal rumah
Berikutjenis-jenis Rumah Gadang: 5+ Nama Rumah Adat Sulawesi Selatan : Gambar dan Penjelasan. 1. Rumah Gadang Jenis Gajah Maharam. Rumah Gadang Jenis Maharam adalah rumah adat Padang yang terbilang mewah. Keseluruhan bangunan terbuat dari kayu juar, kayu surian dan kayu ruyung (pohon kelapa) dengan atap dari seng.Nusa Tenggara Timur NTT dengan ibu kota Kupang sebenarnya memiliki berbagai rumah adat yang unik dan khas. Namun, selama ini hanya rumah adat NTT bernama Mbaru Niang di kawasan Wae Rebo yang terekspos menjadi tujuan wisata selain Labuan Bajo. Padahal, selain Mbaru Niang masih ada banyak rumah adat lain yang ditinggali oleh suku berbeda di seluruh provinsi kepulauan ini. Apa saja jenis rumah adat tersebut dan bagaimana penjelasan detailnya? Berikut ini adalah ulasan mengenai apa nama berbagai rumah adat yang ada dan dilengkapi dengan gambar. Rumah Adat NTT dan Penjelasannya Jenis Rumah Adat NTT dan Keunikannya A. Rumah Adat Mbaru NiangFungsi Rumah AdatFilosofi, Ciri Khas dan Keunikan KonstruksiKonfigurasi Rumah dan Penjelasan B. Rumah Adat MusalakiFilosofi dan Fungsi Rumah AdatCiri Khas dan KeunikanKonfigurasi Ruang dan Penjelasannya C. Rumah Adat Sao Ata Mosa LakitanaD. Rumah Adat Sao Ngada Rumah Adat NTT dan Penjelasannya NTT adalah provinsi berbentuk kepulauan yang dihuni oleh beragam suku bangsa, antara lain suku Manggarai, Ende Lio, Atoni, Alor dan Rote. Masing-masing suku ini memiliki adat dan keunikannya yang berbeda, sehingga memunculkan berbagai rumah adat di NTT. Rumah tradisional yang bertransformasi menjadi rumah adat di NTT ini antara lain rumah Mbaru Niang, Musalaki, Sao Ngada serta Sao Ata Mosa Lakitana. Dalam bahasa NTT, Sao memiliki arti rumah adat. Oleh karenanya kebanyakan rumah adat diawali dengan nama Sao dan diberi imbuhan sesuai dengan karakter suku masing-masing. Beberapa nama rumah adat juga dipakai sebagai nama kolektif yang berdampingan dengan nama particular nama aslinya. Karena perkembangan budaya modern, penggunaan rumah adat ini semakin bergeser dan ditinggalkan. Salah satu contoh upaya preventif mencegah hilangnya rumah adat, maka sekelompok arsitek melakukan gerakan rumah asuh yang dimulai pada tahun 2008. Salah satu program yang berhasil adalah revitalisasi rumah Mbaru Niang di kampung Wae Rebo. Kawasan ini sekarang menjadi salah satu destinasi wisata utama di wilayah NTT bagi para traveler dan foto hunter. Jenis Rumah Adat NTT dan Keunikannya A. Rumah Adat Mbaru Niang Rumah adat Manggarai disebut dengan nama rumah Mbaru Niang, mengacu pada bentuknya yang kerucut dengan alas bundar. Mbaru Niang merupakan salah satu rumah adat yang sangat eksotis karena terisolir di atas pegunungan. Mbaru Niang dihuni oleh warga kampung Wae Rebo di Pulau Flores. Kampung ini dikelilingi hutan tropis Manggarai Barat yang lebat dan tepat berbatasan dengan Taman Nasional Komodo. Mbaru Niang di Wae Rebo didirikan sebanyak tujuh buah sebagai simbol penghormatan masyarakat terhadap tujuh gunung yang mengelilingi dan melindungi area kampung. Compang. Sumber Rumah Mbaru Niang dibangun di atas tanah datar dan disusun mengelilingi panggung batu bernama Compang, sebagai pusat dari ketujuh di sekelilingnya. Compang dilengkapi dengan menhir batu yang ditancapkan, dan area ini memiliki fungsi sebagai area pemujaan terhadap Tuhan dan roh leluhur. Susunan rumahnya dibuat dengan arah hadap selatan membentuk setengah lingkaran. Komposisi ini bertujuan agar setiap rumah Mbaru Niang tidak saling membelakangi. Mbaru Niang yang diposisikan di tengah-tengah bernama Mbaru Gendang, dan berfungsi sebagai museum penyimpanan gendang dan barang pusaka lainnya milik warga Wae Rebo. Rumah lainnya yang berjumlah enam di sayap kiri dan kanan Mbaru Gendang disebut Niang Gena rumah tempat tinggal. Nama-nama Niang Gena tersebut adalah 1 Niang Gena Mandok, 2 Niang Gena Jekong, 3 Niang Gena Ndorom, 4 Niang Gena Pirung, 5 Niang Gena Jintam, serta 6 Niang Gena Maro. Eksistensi Mbaru Niang yang berhasil dipertahankan di Wae Rebo memperoleh penghargaan UNESCO Asia-Pasifik sebagai daerah konservasi warisan budaya pada tahun 2012. Fungsi Rumah Adat Mbaru Niang tidak hanya difungsikan untuk rumah hunian, tetapi lebih luas berperan sebagai pusat kegiatan masyarakat Wae Rebo. Setiap Mbaru Niang biasa digunakan 6 sampai 8 keluarga dengan pembagian masing-masing ruang. Filosofi, Ciri Khas dan Keunikan Konstruksi Mbaru Mbaru Niang sebagai rumah tradisional yang diwariskan oleh leluhur secara turun temurun, memiliki berbagai filosofi di setiap elemen di dalamnya. Rumah Mbaru Niang melambangkan seorang ibu dengan menarik intisari sifat melindungi, mengayomi dan memberikan rasa aman. Persambungan di masing-masing konstruksi bangunannya dianggap sebagai visualisasi pernikahan sepasang suami istri dalam membangun keluarga. Keunikan rumah Mbaru Niang berada di bentuk atapnya. Atap rumah Mbaru Niang terbuat dari daun lontar yang dikombinasikan dengan ijuk. Atap tersebut berbentuk kerucut dan dipasang menjulur hingga mencapai tanah. Bentuk kerucut dianggap sebagai representasi perlindungan dan persatuan. Lantai rumah Mbaru Niang disusun dengan bentuk lingkaran menyimbolkan keadilan dan keharmonisan masyarakat. Di dalamnya terdapat lantai bersusun lima dan masing-masingnya diisi dengan ruangan yang memiliki fungsi beragam. Konfigurasi Rumah dan Penjelasan a Pondasi Rumah Mbaru Niang bertipologi rumah panggung. Sehingga di bawah lantai dasarnya terdapat kolong rumah ngaung dengan tinggi kurang lebih satu meter yang biasa dipakai masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti menenun dan dan kendang hewan untuk memelihara ternak. Pondasi rumah Mbaru Niang terbuat dari batang kayu yang dipancang ke dalam tanah dengan kedalam kurang lebih dua meter. Kayu tersebut dibungkus menggunakan ijuk berlapis plastik dengan tujuan supaya kayu tidak bersentuhan dengan tanah dan menjadi busuk. b Tiang Mbaru Niang disangga oleh dua jenis tiang, yaitu hiri mehe tiang utama dan hiri ngaung tiang pendukung. Jumlah hiri mehe pada Mbaru Niang berjumlah 9 buah dan difungsikan sebagai penyangga utama konstruksi bangunan. Jumlah ini sebagai simbol perjuangan ibu yang mengandung selama 9 bulan. Salah satu dari hiri mehe di rumah Mbaru Niang menggunakan kayu dari pohon utuh dengan tinggi sekitar 15 meter. Hiri mehe dipasang di atas umpak bantalan tiang yang terbuat dari batu besar. Sedangkan hiri ngaung lebih digunakan sebagai penopang lantai dasar dan jumlahnya mencapai 42 tiang. c Atap Atap ijuknya dikenal dengan nama wehang dan dirangkai menggunakan ikatan rotan menjadi rangkaian sepanjang 9 meter. Pada proses pemasangannya dimulai dari bawah ke atas dengan pola tumpukan 21. Artinya dua lapis atap pada bagian bawah akan diikuti dengan satu lapis, kemudian disusul dua lapis lembaran ijuk lagi dan seterusnya hingga mencapai puncak. Kerangka atap dibentuk oleh susunan rangka dari bambu utuh yang disebut buku. Terdapat dua jenis buku dalam konstruksi atap Mbaru Niang, yaitu buku utama dan buku biasa. Jumlah buku utama ada delapan dan pangkalnya dipasang pada setiap penjuru mata angin utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, barat laut kemudian ujungnya disatukan di puncak. Sedangkan buku biasa bertugas untuk mendukung buku utama, sehingga jumlahnya bervariasi tergantung besarnya atap. d Lantai Lantai rumah Mbaru Niang terdiri dari lima susun, dengan setiap tepi lantainya dibatasi dengan jalinan kayu kenti. Masing-masing lantai di rumah Mbaru Niang memiliki fungsi dan penjelasannya sebagai berikut. 1. Lantai Pertama Tenda Tenda memiliki diameter paling besar yaitu sekitar 11 meter. Lantai pertama disekat menjadi dua ruang, yaitu lutur ruang publik untuk menerima tamu dan molang di sebelah belakang ruang tamu, berfungsi sebagai ruang tinggal. Molang difungsikan sebagai kamar tidur loang yang biasanya berjumlah 6 – 8 tergantung jumlah keluarga, serta dapur hapo dengan jumlah tungku sama seperti jumlah loang. Hal ini karena setiap keluarga yang tinggal di Mbaru Niang memiliki harus memiliki tungku masing-masing. 2. Lantai Kedua Loteng Lobo Mehe Loteng Lobo Mahe berdiameter lebih kecil dari tenda yakni 9 meter. Lantai ini lebih berfungsi sebagai area penyimpanan yang dibagi dalam dua lobo masing-masing untuk menyimpan bahan makanan serta mengawetkan daging dan kayu. Uniknya, di bagian lobo ini salah satu tiang sebesar kepala manusia ditempatkan dengan posisi menggantung sehingga sering dijadikan simbol kelahiran di rumah Mbaru Niang. 3. Lantai Ketiga Lobo Lentar Labo Lentar disusun dengan diameter lantai kurang lebih 6 meter. Fungsi lantai ini untuk menyimpan berbagai jenis benih untuk di tanam di ladang. 4. Lantai Keempat Lemparae Lemparae digunakan untuk ruang penyimpanan stok bahan pangan sebagai bentuk antisipasi masyarakat terhadap kemarau panjang ataupun jika terjadi gagal panen. 5. Lantai Kelima Hekang Kode Hekang Kode ini merupakan lantai di tingkatan paling tinggi dengan diameter hanya sekitar 1,8 meter. Hekang Kode dipakai sebagai ruang penyimpanan pelengkap upacara adat seperti langkar mirip besek anyaman bambu yang dipakai sebagai tempat sesaji. B. Rumah Adat Musalaki Rumah adat Musalaki merupakan salah satu rumah tradisional suku Ende Lio yang berkembang di NTT, tepatnya di Desa Wolotolo, Kabupaten Ende. Nama Musalaki diambil dari kata mosa yang bermakna ketua, dan laki yang berarti adat. Hal ini merujuk pada peruntukan rumah Musalaki sebagai rumah tradisional yang ditinggali oleh para ketua adat kepala suku. Filosofi dan Fungsi Rumah Adat Sketsa Analisa, 2012 Rumah adat Musalaki di Desa Wolotolo lebih sering dikenal dengan nama Sao Ria, yang diartikan sebagai rumah besar yang diperuntukkan oleh empat Mosa Laki Kepala suku. Selain tempat tinggal, Sao Ria memiliki fungsi religi sebagai lokasi pelaksanaan upacara adat seperti kelahiran, kematian, pernikahan, dan upacara yang mendukung kegiatan pertanian. Sao Ria menjadi simbol kesatuan dan kebesaran masyarakat adat Ende Lio. Disini rumah dianggap sebagai representasi seorang perempuan karena menjadi pusat kelahiran generasi baru. Sedangkan, laki-laki disimbolkan pada Tubu Musu yang berada di tengah lapangan yang dikelilingi perkampungan. Selain Sao Ria, komposisi perkampungan Desa Wolotolo juga dilengkapi dengan Sao Keda, yang berfungsi sebagai balai adat untuk pelaksanaan musyawarah. Sao keda ini merupakan lambang kesakralan bagi suku Ende Lio sebab dianggap sebagai awal mula munculnya pemukiman penduduk dengan model rumah yang sama. Elemen tambahan lain yang melengkapi pemukiman suku Ende Lio antara lain, Kanga yaitu area pemujaan Dua Ngae Tuhan berlokasi di depan Sao Keda, Tubu musu tugu batu, Kebo Ria Lumbung beras serta Rate Makam. Ciri Khas dan Keunikan Rumah Musalaki atau Sao Ria memiliki ciri bangunan yang lebih tinggi dan besar dibandingkan rumah penduduk biasa. Rumah ini menggunakan tipologi rumah panggung dan tidak memiliki jendela. Dinding pada rumah Musalaki tidak terlihat karena susunan atapnya yang menjuntai hingga bawah. Atap rumah Musalaki namanya ubu bewa dengan ciri memiliki tinggi mencapai 9 meter terhitung dari tiang sampai puncak atap atau saka ubu. Tiang keliling lake kaka berukuran lebih pendek daripada tiang utama lake one sao. Keunikan lainnya adalah rumah adat ini hanya memiliki tiga buah anak tangga sebagai penghubung ke dalam rumah. Arsitektur Rumah dan Keterangannya Pola perumahan diatur mengelilingi Sao Keda dan Kanga. Konstruksi pendukung rumah dijelaskan sebagai berikut Lake Lewu Tiang Kolom terbuat dari batu lonjong dan kayu, dengan jumlah menyesuaikan besar kecilnya rumah. Tangi Tangga dibedakan menjadi tangga utama di bagian samping rumah dan tangi lulu ire mbasa di bagian belakang rumah bercirikan hanya memiliki anak tangga berjumlah tiga. Padha tenda berada di samping kiri dan kanan tangga utama, serta difungsikan sebagai balai tempat bersantai. Bengu Sesu penghubung menghubungkan tangga utama dengan pintu rumah yang berada diantara tenda singi lau tenda kiri dengan tenda singi gheta tenda kanan. Isi Khubi kayu palang merupakan kerangka rumah berbentuk persegi panjang yang sekaligus membagi ruangan di dalam rumah adat. Leke raja tiang atap berjumlah 2-4 tiang dan berposisi di tengah rumah untuk menopang atap. Wisu tiang sudut dan Hai dari tiang pendukung merupakan tiang rangka yang membentuk atap. Ate Ubu atap rumah berbahan ijuk nao dan alang-alang ki. Kebi dan seemo dinding rumah terbuat dari papan kayu. Pere, Pene dan Pete pintu terdiri dari dua daun pintu yang dipenuhi ukiran khas suku Ende Lio. Konfigurasi Ruang dan Penjelasannya 1. Bera Waja dapur Berbeda dengan susunan rumah adat lain, rumah Musalaki memiliki dua dapur yaitu dapur utama dan dapur umum. Dapur utama dalam rumah Musalaki justru berada di bagian depan, dekat dengan pintu utama, dan berfungsi untuk memasak sesaji pa’a loka upacara adat. Sedangkan dapur umum yang digunakan keluarga, berada di sekeliling koja ndawa. Masyarakat suku Ende masih berpegang teguh pada filosofi satu keluarga satu tungku, sehingga di dalam dapur utama jumlah tungkunya sesuai dengan jumlah kepala keluarga yang tinggal. 2. Koja Ndawa ruang utama Koja Ndawa berada di susunan paling depan setelah pintu masuk. Ruangannya tidak dilengkapi plafon karena bagian atas digunakan untuk menggantung Ola Teo sebagai perlengkapan upacara adat. Ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu dan kegiatan sosial kemasyarakatan lain seperti musyawarah 3. Soja kamar tidur Soja adalah kamar-kamar tidur yang langit-langitnya dilengkapi dengan plafon. Letaknya berada di sayap kiri dan kanan dengan posisi sejajar rumah. Jumlah Soja bergantung pada banyaknya keluarga yang tinggal dalam satu rumah Musalaki. C. Rumah Adat Sao Ata Mosa Lakitana Rumah adat Sao Ata Mosa Lakitana adalah nama kolektif untuk beberapa rumah adat dari NTT. Secara umum rumah jenis ini memiliki dua jenis konstruksi, yaitu Amu Kelaga rumah panggung dan Amu Laburai rumah berdinding tanah. Karena merupakan nama kolektif, Sao Ata Mosa Lakitana memiliki atap rumah yang beragam sebagai identitas masing-masing suku pendukungnya. 1. Bentuk atap Joglo Bentuk atap ini diterapkan pada rumah adat ini sebagai ciri khas bahwa rumah Sao Ata Mosa Lakitana tersebut berasal dari suku Sumba. Keunikan dari rumah adat suku Sumba ini adalah memiliki pintu khusus yang dibedakan untuk laki-laki dan perempuan. Pintu perempuan mempunyai akses ke dapur sebagai pusat kegiatan ibu rumah tangga. Sedangkan pintu laki-laki berada di rumah depan sekaligus sebagai pintu utama. 2. Bentuk atap perahu terbalik Bentuk atap ini merupakan karakteristik rumah yang dimiliki oleh suku Rote. Keunikannya terletak pada susunan rumah yang dibuat menjadi tiga lantai dengan fungsi berbeda. Lantai pertama digunakan sebagai ruang penyimpanan padi, lantai kedua difungsikan sebagai ruang tinggal untuk tidur, dan lantai ketiga digunakan untuk penyimpanan rempah-rempah dan hasil bumi lainnya. 3. Bentuk atap kerucut bulat Bentuk atap kerucut bulat merupakan rumah Sao Ata Mosa Lakitana yang biasanya menunjukkan kepemilikan dari suku Timor. Rumah dari suku Timor di pulau Timor ini juga dikenal dengan nama rumah bulat atau Ume Khubu. Konstruksi rumahnya berbentuk bulat, menyerupai rumah Mbaru Niang. Pintu rumah bulat hanya sekitar satu meter dan mengharuskan menunduk ketika akan memasuki rumah. Rumah ini tidak dilengkapi dengan jendela dan sekat dalam rumah. Konstruksi ini dibuat untuk menyulitkan musuh untuk masuk, sehingga rumah bulat tidak hanya untuk tempat tinggal tetapi sekaligus sebagai benteng pertahanan. D. Rumah Adat Sao Ngada Rumah adat Sao Ngada merupakan identitas suku Bajawa yang berada di Ngada, Pulau Flores. Terdapat dua jenis rumah adat yaitu Sao Saka Pu’u rumah induk sebagai lambang leluhur perempuan dan Sao Saka Lobo rumah mewakili leluhur laik-laki. Sao Saka Lobo umumnya mempunyai ukuran rumah yang lebih kecil daripada Sao Saka Pu’u. Rumah Sao Saka Pu’u. Sumber Kadafi, 2018 Rumah Sao Saka Lobo. Sumber Kadafi, 2018 Masih seperti rumah adat NTT lainnya, rumah adat ini bertipologi rumah panggung dengan atap terbuat dari perpaduan ijuk dan alang-alang. Dindingnya terbuat dari papan kayu dengan beberapa hiasan berupa ukiran. Keunikan dari rumah adat ini terletak daun pintunya yang didesain rendah sehingga harus merunduk ketika akan masuk. Selain itu, pola pemukimannya dibuat membentuk huruf U. Saat ini eksistensi rumah adatnya dapat dilihat di Kampung Bena, sebagai wisata budaya kampung tertua di Pulau Flores. Jadi semakin greget ya belajar mengenai warisan budaya di Indonesia. Nusa Tenggara Timur yang tergolong pulau kecil saja memiliki beragam budaya dengan kompleksitas setinggi ini. Benar-benar harus bangga menjadi orang Indonesia, ya! Sebutkan10 Rumah Adat. Indonesia tidak hanya memiliki wilayah yang luas saja, tetapi juga memiliki keberaneka ragaman suku, budaya, agama dan adat istiadat. Rumah adat di indonesia antara lain rumah adat balon dari sumatera utara, rumah adat gadang dari sumatera barat, rumah adat rakyat dari bengkulu, rumah adat badui dari banten dan 40+ lagi. Rumah Adat Nusa Tenggara Timur – Rumah adalah kebutuhan penting bagi manusia yang harus terpenuhi, dimana selain sebagai pemberi rasa aman dari ancaman lingkungan, rumah juga dapat menjadi tempat multifungsi. Selain bentuk rumah yang dapat kita lihat secara umum pada pemukiman masyarakat, ada juga beberapa bentuk rumah unik yang masih digunakan oleh masyarakat sampai saat dengan keyakinan teguh tentang adat dan tradisi suku. Rumah tradisional juga merupakan suatu bentuk warisan budaya yang harus dilestarikan. Hal tersebutlah yang membuat kita harus selalu tertarik untuk mempelajari tentang kebudayaan bangsa kita. Sebagai salah satu provinsi yang terletak di bagian Tenggara Indonesia, NTT atau Nusa Tenggara Timur juga memiliki beberapa rumah adat yang memiliki fakta unik dan akan sangat sayang jika sampai punah. Beberapa diantaranya dipercaya memiliki kisah mistis tersendiri. Lantas, apa saja jenis rumah adat yang terdapat di Nusa Tenggara Timur beserta fakta menarik tentangnya? Simak pada ulasan berikut! Sebelum lanjut, barangkali kamu tertarik juga baca artikel Keunikan dan Fungsi Rumah Adat dari Provinsi NTB Rumah Adat Mbaru Niang Rumah adat Nusa Tenggara Timur yang pertama akan kita bahas yaitu rumah adat Mbaru Niang. Rumah adat ini dapat kalian temukan di desa Wae Rebo, Manggarai NTT dengan bentuk yang mengerucut dimana atap rumah terbuat dari daun lontar yang sudah kering. Mbaru Niang biasanya dibuat dengan 5 tingkat di dalamnya yang mana pada tingkat pertama lutur digunakan sebagai tempat tinggal oleh pemilik rumah. Tingkat 2 lobo digunakan sebagai tempat menyimpan bahan pangan sedangkan tingkat 3 lentar digunakan sebagai tempat menyimpan benih tanaman. Tingkat 4 lempa rae digunakan sebagai tempat menyimpan cadangan makanan setelah bahan pangan yang disimpan pada tingkat 2 rumah sudah habis, dan terakhir tingkat 5 hekang kode yang biasanya digunakan sebagai tempat sesajian. Rumah Adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara Rumah adat ini juga memiliki bentuk yang mengerucut dan uniknya rumah ini terbuat dari ilalang. Tidak seperti rumah adat Mbaru Niang yang memiliki 5 tingkat dengan fungsi yang berbeda, rumah adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara ini justru memiliki 3 jenis yang disesuaikan dengan penggunaannya. Penggunaan pertama sebagai rumah baku, digunakan untuk menyimpan tulang-belulang leluhur. Penggunaan yang kedua dan ketiga sebagai rumah tinggal yang digunakan sebagai tempat tinggal serta wadah lumbung padi. Yang membedakan diantara ketiganya adalah adanya kepala kerbau yang terletak di depan rumah adat Tenda Bewa Moni Koanara. Rumah Adat Musalaki Rumah adat ini terbuat dari kayu, batu, hingga daun-daun kering yang walaupun demikian bangunan ini memiliki struktur bangunan yang kokoh. Rumah adat Musalaki biasanya digunakan sebagai tempat tinggal kepala suku Lio salah satu suku asli NTT atau dapat juga digunakan sebagai tempat melaksanakan acara ritual adat maupun tempat musyawarah masyarakat setempat. Bangunan pada rumah adat ini terdiri dari 3 bagian yaitu Kuwu Lewa Pondasi, Maga Lantai, dan Atap. Kuwu Lewa Pondasi merupakan bagian rumah yang terbuat dari batu lonceng yang diletakan secara berdiri sebagai pondasi utama dan berfungsi untuk mencegah kemungkinan roboh akibat gempa, Kuwu Lewa juga merupakan sebuah pondasi yang terbuat dari kayu dan berguna sebagai tumpuan lantai serta menyokong atap rumah. Selanjutnya adalah Maga Lantai yang berbentuk seperti lantai gantung seperti pada rumah panggung, dibuat dengan tujuan untuk menjaga rumah dari kelembaban. Lantai pada rumah adat ini dibedakan menjadi 2 jenis yaitu lantai Teo lantai teras yang berada pada bagian luar dan lantai Ndawa ruang dalam yang berada di bagian dalam. Ke-2nya memiliki perbedaan dimana lantai teras dibuat lebih tinggi jika dibandingkan dengan lantai dalam. Bagian terakhir dari rumah ini yaitu atap rumah, dimana atap terbuat dari jerami yang bertumpu pada rangka saka ibu, leka raja dan kayu palang. Uniknya, rangka pada rumah adat ini memiliki bentuk menjulang yang sangat tinggi. Tidak hanya sebagai tempat tinggal dan tempat menyimpan bahan pangan, rumah adat di NTT juga merupakan tempat berinteraksi antar komunitas masyarakat setempat. Tak hanya itu saja, rumah disana juga sebagai tempat berkumpulnya nilai religi, norma, estetika, serta budaya yang dapat mencerminkan perilaku arif masyarakat setempat.
Berbedadengan pemukiman pada umumnya, warga yang tinggal di kampung Wae Rabo ini memiliki bentuk rumah adat yang cukup unik, yakni menyerupai kerucut yang dinamai Mbaru Niang. Meskipun begitu, rumah adat yang dibangun berbentuk kerucut ini terdiri dari 5 lantai dengan banyak ruangan, yang masing-masingnya digunakan sebagai ruang berkumpul
Rumah Adat NTT, Mbaru Niang. Indonesia memiliki jumlah suku yang banyak. Tak heran jika terdapat rumah adat yang beragam. Misalnya saja rumah adat dari NTT yang bernama mbaru Niang. Mbaru Niang merupakan rumah adat NTT yang hanya ada di Wae Rebo. Ini merupakan kawasan kampung adat yang berada di pegunungan wilayah Manggarai. Banyak keunikan dari rumah ini yang bisa membuatmu terkagum-kagum. Seperti berikut ini Berbentuk LimasAtap Daun LontarBangunan Tanpa PakuLantai Tidak Menyentuh TanahRumah KomunalPunya 5 LantaiJumlah Selalu Tetap Berbentuk Limas Hal yang paling mencolok mata ketika melihat rumah adat NTT Mbaru Niang adalah bentuknya yang menyerupai kerucut. Namun, jika kamu benar-benar memperhatikan, bentuk keseluruhan dari rumah ini nyatanya adalah limas, di mana selimutnya berbentuk kerucut, sedangkan alasnya berbentuk lingkaran. Bentuk ini pun punya filosofi tersendiri, dalam budaya Wae Rebo, bentuk kerucut menjadi simbol perlindungan dan persatuan rakyat. Sementara itu, bentuk lingkaran pada lantai rumah adat NTT ini melambangkan harmonisasi dan keadilan dalam keluarga maupun warga. Atap Daun Lontar Tentunya atap Mbaru Niang bukanlah terbuat dari genteng keramik, seng, ataupun tanah liat. Atap rumah adat NTT ini juga bukan menggunakan ijuk, walaupun kamu akan melihat keseluruhan rumah seperti ditutupi ijuk sampai menyentuh tanah. Atap dari rumah adat NTT ini justru terbuat dari daun lontar. Bangunan Tanpa Paku Hal unik lainnya, kamu tidak akan menemukan paku dalam bangunan rumah adat NTT yang satu ini. Sebagai gantinya, pengait antar bagian dalam rumah Mbaru Niang biasa memakai tali rotan. Jangan ragukan kekuatannya. Nyatanya, rumah adat NTT ini mampu bertahan di area pegunungan yang cenderung berangin. Lantai Tidak Menyentuh Tanah Sepintas kamu tidak akan menyangka kalau Mbaru Niang merupakan rumah panggung. Ini karena ijuk yang menjadi dinding selimut bangunan menjulur hingga tanah. Namun, kenyataannya rumah adat NTT ini mempunyai kolong rumah yang tingginya sampai satu meter. Model rumah panggung ini sendiri berdasarkan aturan leluhur masyarakat Wae Rebo yang menyatakan bahwa lantai rumah tidak boleh menyentuh tanah. Rumah Komunal Umumnya satu rumah hanya ditinggali oleh satu keluarga. Namun hal itu tidak terjadi pada rumah adat NTT yang ada di kawasan Wae Rebo. Tiap rumah Mbaru Niang yang ada dalam kawasan ini biasanya ditempati oleh 6—8 keluarga. Punya 5 Lantai Mbaru Niang merupakan rumah adat NTT yang memiliki tinggi sampai 15 meter. Bukan tanpa alasan, melainkan karena Mbaru Niang ternyata memiliki lima lantai, lho! Apakah kamu pernah menyangkanya? Setiap lantai punya fungsi yang berbeda. Lantai pertama merupakan tempat berkumpul dengan diameter 11 meter. Tingkatan kedua dari rumah adat NTT ini adalah area loteng untuk menyimpan bahan makanan dan barang keperluan sehari-hari. Lantai ketiga dijadikan ruangan penyimpanan benih-benih tanaman pangan. Lalu, lantai keempat digunakan untuk menyimpan stok makanan jika suatu saat terjadi kekeringan akibat musim kemarau atau gagal panen. Barulah pada lantai lima dijadikan sebagai ruangan untuk menaruh sesajian. Jumlah Selalu Tetap Rumah adat NTT yang ada di Wae Rebo ini jumlahnya selalu tetap dari sejak sebelum abad ke-18. Jumlah rumah Mbaru Niang di Wae Rebo selalu ada tujuh. Angka 7 melambangkan arti penghormatan pada tujuh arah gunung yang ada di sana yang diyakini menjadi pelindung kampung adat tersebut. Jangan lupa cek artikel lainnya di sakti desain. Jika kamu ada pertanyaan dan ingin mengetahui tentang sakti desain, kamu bisa klik banner di bawah ini atau klik icon whatsapp di samping kanan Layar. Cek juga channel youtube kami Sakti Desain Konsultan. Tags wonosobo, banjarnegara, temanggung, magelang, yogyakarta, kontraktor interior, kontraktor interior design, interior kontraktor, jasa kontraktor rumah, jasa kontraktor bangunan, jasa kontraktor apartemen, jasa kontraktor gudang, jasa kontraktor hotel, jasa kontraktor terbaik di indonesia, jasa kontraktor kantor, jasa kontraktor lantai, jasa kontraktor lokal, jasa kontraktor rumah 2 lantai, jasa kontraktor per meter, jasa kontraktor renovasi rumah, jasa kontraktor rumah murah, jasa kontraktor taman, jasa kontraktor rumah terbaik, jasa arsitek rumah, jasa arsitek, jasa arsitek murah, jasa arsitek rumah mewah, jasa arsitek rumah minimalis, jasa arsitek desain rumah, jasa arsitek rumah murah, jasa arsitek renovasi rumah, jasa arsitek online, jasa arsitek rumah klasik, jasa arsitek dan desain interior, jasa arsitek profesional, jasa arsitek rumah online, jasa desain rumah, harga jasa desain rumah, jasa desain rumah online, harga jasa desain rumah 3d, jasa desain rumah minimalis, jasa desain rumah minimalis sederhana, jasa desain rumah mewah, jasa desain rumah murah, jasa desain rumah minimalis 1 lantai, jasa desain rumah kita, jasa desain rumah kost, jasa desain rumah dan rab, harga jasa desain rumah per meter, jasa desain rumah minimalis 2 lantai, jasa desain rumah 3d, jasa desain rumah per m2, jasa desain rumah online murah, jasa desain rumah elegan, jasa desain rumah minimalis modern 2 lantai, jasa desain rumah 2 lantai, jasa desain rumah tinggal, jasa desain rumah minimalis murah, jasa desain rumah klasik, jasa desain rumah modern, jasa desain rumah kecil, kontraktor rumah, jasa kontraktor rumah, harga kontraktor rumah per meter, kontraktor rumah sakit, kontraktor rumah murah, rekomendasi kontraktor rumah, jasa arsitek dan kontraktor rumah, jasa kontraktor rumah murahItulahkeunikan rumah adat Mbaru Niang di kampung Wae Rebo, Gunung Pocoroko, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur - Indonesia. Rumah adat yang berdiameter 15 m dan memiliki 5 lantai ini memang sudah langka dan tinggal hanya beberapa unit saja. Rumah ini biasanya dihuni 6 sampai 8 keluarga.
Nah bisa jadi wawasan baru untuk Mama dan anak mama, berikut tentang 6 fakta unik rumah adat Joglo dari Pulau Jawa. Disimak yuk, agar tidak penasaran! 1. Mengenal rumah